Sejarah YPK DI TANAH PAPUA
Periode tahun 1885 – 1956 (Masa Zending)
Dalam kurun waktu ini, pekabaran injil dan pendidikan dilakukan sejalan, dan ketika itu ditangani oleh Zending/misi pekabaran injil yang dilakukan bersama-sama gereja-gereja pendukung. Zending Nederlands Herwom de Kerk (ZNHK) Gereja Hervorm, Belanda. Doops Zending Vereeniging (DZV) Gereja Baptis Belanda yang ketika itu operasi pelayanan di Kepala Burung Papua Gereja Protestan Maluku (GPM), sebagian besar pelayanannya di bagian selatan Papua. Misi Katolik Daerah (MKD), pelayanannya di bagian selatan pedalaman Jayapura dan pedalaman Kepala Burung Tanah Papua.
Periode 1956 – 1962 Masa Transisi
Beberapa peristiwa penting terjadi dalam kurun waktu ini antara lain:
- Pada 1956, GKI diproklamasikan sebagai suatu gereja yang resmi dan mandiri.
- Zending mengurangi aktivitasnya dan sebagian besar wewenang dipercayakan kepada GKI.
- Pada 1961, terjadi konflik antara NKRI dan Kerajaan Belanda tentang masalah Papua.
- Pada 1961-1962, berangsur-angsur Belanda meninggalkan tanah Papua dan kembali ke negerinya akibat konflik tadi.
Periode 1962 – 2000 , Masa GKI
Periode ini sangat memperhatikan orang Papua. Mengapa? Sebab, terjadi perubahan–perubahan dan tantangan bagi GKI di bidang pendidikan antara lain:
- Pada 8 Maret 1962, tanggung jawab pendidikan di tanah Papua dari Zending di serahkan penuh untuk dikelolah kepada GKI Di Tanah Papua Terjadilah perubahan nama Yayasan. YPK nama aslinya Stchting Voor Christelyk Onderwys, diIndonesiakan menjadi Yayasan Persekolahan Kristen. Kemudian namanya berubah lagi dari Yayasan Persekolahan Kristen menjadi Yayasan Pendidikan Kristen (YPK). Terakhir, nama itu disesuaikan lagi dengan perubahan nama propinsi Papua, sehingga menjadi Yayasan Pendidikan Kristen di tanah Papua, yang di pakai sampai sekarang ini. Mundurnya gereja-gereja pendiri yayasan dari tanah Papua ZNHK,DZV dan GPM karena konflik tersebut diatas,sehingga yang tersisa cuma GKI GKI yang baru berdiri sendiri sebagai gereja kurang lebih 6 (enam) tahun (1956-1962), tampaknya belum siap memikul tanggung jawab sendiri untuk mengurus pendidikan yang ditinggalkan gereja –gereja pendiri awalnya tadi.
-
Terhapusnya subsidi bantuan kerajaan Belanda untuk pendidikan di tanah Papua yang disebut:
Lager Onderwys Soebsidie Ordonatie (LOSO), yang artinya subsidi bantuan untuk pendidikan dasar.
Middelbaar Onderwys Soebsidie Ordonatie (MOSO), yang artinya subsidi bantuan untuk pendidikan menengah.
Belum ada sekolah tinggi waktu itu (SMA / SMK)
Diberhentikannya bantuan-bantuan lain dari luar negeri, pada hal saat itu tanah Papua sangat membutuhkannya.
sebagai
pengganti dana bantuan tersebut, tidak disediakan seratus persen oleh pemerintah Republik Indonesia.
Selain masalah yang dihadapi YPK, datang lagi program pemerintah dengan adanya pendirian sekolah
negeri/Inpres dan
sekolah swasta lainnya seperti YAPIS, YPPGI, YPKP, Persit, Kalam Kudus, serta yayasan lain yang
diselenggarakan oleh
sejumlah LSM, laksana cendawan yang bertumbuh di musim hujan. Apa akibanya:
- Pertama, kedaan ini mengakibatkan persaingan, yakni banyak bermunculan sekolah–sekolah baru. Kondisi ini mangakibatkan orang tua murid banyak memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah baru tersebut dan berangsur-angsur mulai meninggalkan sekolah-sekolah dibawah naungan YPK.
- Kedua, masyarakat seolah-olah kaget melihat hadirnya sekolah baru.
Periode 2001 – sekarang sebagai daerah Otonomi Khusus Papua.
Adanya OTSUS membawa berkat bagi YPK, karena sejak terhentinya LOSO dan MOSO, YPK tampak suram dan sepi jika ditinjau dari segi jumlah dan kwalitasnya. Indikasi penurunan minat terhadap YPK adalah bahwa masyarakat sempat berpikir sekolah YPK menjadi alternatif terakhir untuk menyekolahkan anak-anak mereka karena keterbatasan fasilitas dan sebagainya yang dikarenakan dukungan dana yang kurang. Namun, setelah adanya Otonomi Khusus Papua berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, maka YPK ikut terbantu.
Bantuan kepada BP-YPK diberikan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sehingga YPK mulai mengembangkan diri, baik secara moral, kualitas, jumlah guru, jumlah siswa, serta jumlah fasilitas pendidikan. Hal ini karena dukungan dana Otsus tersebut mengucur langsung kepada yayasan dan sekolah-sekolah YPK.